TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 10 tahun lalu, pasien operasi plastik datang sambil membawa foto seorang model, artis atau bahkan anggota keluarga yang berpenampilan menarik. Namun sekarang muncul situasi baru dimana pasien datang membawa swafoto yang sudah di edit sendiri.
Kondisi itu disebut Dysmorphia Snapchat, yakni sebuah fenomena kesehatan mental yang muncul baru-baru ini atau ketika budaya swafoto menjamur di media sosial sehingga mengubah pandangan soal penampilan diri sendiri.
Perkembangan teknologi telah membuat pengguna Snapchat dapat mengedit foto wajah mereka sendiri menjadi jauh lebih baik. Dampaknya, sejumlah pengguna Snapchat semakin terobsesi dengan kelemahan di wajah mereka sendiri.
"Media sosial memiliki pengaruh besar terhadap cara hidup kita secara keseluruhan, termasuk mempengaruhi tren operasi plastik dan perawatan kosmetik - dan terjadi perubahan drastis selama lima tahun belakangan ini," kata Julian De Silva, dokter bedah plastik asal London, Inggris kepada South China Morning Post.
Baca juga :Operasi Plastik Gagal, Transgender Ini Malu Keluar Rumah
Sahar sengaja melakukan 50 kali operasi plastik dan menghilangkan 40 kilogram berat badannya, hingga membuatnya terlihat mirip Angelina Jolie. Sumber: sahartabar_offcial/Instagram/mirror.co.uk
Baca juga:Perjalanan Iran Izinkan Transgender Operasi Ganti Kelamin
Angka operasi plastik kini meningkat di seluruh dunia, termasuk di Cina. Yang mengejutkan dari 22 juta pasien bedah plastik di Cina pada 2018, 54 persennya dari jumlah itu berumur di bawah 28 tahun, bahkan 8 persennya lahir di atas tahun 2000.
"Saya banyak bekerja dengan remaja dan sepertinya definisi atraktif mulai menyempit, bukan hanya pada perempuan tetapi juga laki-laki. Tidak ada keraguan bahwa tumbuh dalam lingkungan yang terobsesi dengan media sosial bisa merusak kepercayaan diri karena ada hal yang mendorong anda untuk menjadi cantik - dan menjadi cantik berarti terlihat seperti model instagram," kata Jamie Chiu, psikoterapis asal Hong Kong dengan spesialisasi dysmorphia tubuh.
Laporan yang ditulis Chiu menjelaskan hampir setengah dari remaja merasa tidak bahagia, bahkan ada yang merasa depresi ketika mereka memikirkan tubuh mereka sendiri setelah melihat media sosial.
Kecanggihan aplikasi filter menciptakan fenomena bernama "dysmorphia snapchat", di mana banyak pengguna bedah plastik meminta dioperasi supaya mirip dengan wajah mereka setelah diedit. Filter menciptakan ekspektasi tidak realistis akan apa yang dapat dicapai oleh bedah plastik.
"Beberapa pasien akan datang dengan foto diri yang telah diedit lalu meminta wajahnya diubah seperti itu. Ini membentuk sebuah sub-budaya, di mana orang ingin penampilan yang ekstrim, misalnya supaya bibir mereka dapat terlihat menggairahkan. Akan tetapi saya selalu berkata tidak, karena saya tidak mau mereka terlihat tidak sesuai dengan normalitas," tutur De Silva.
Sedangkan Chiu berpandangan bedah plastik bukan hal baik maupun buruk. Seseorang bisa melakukan operasi plastik karena ada kelemahan fisik yang mengganggu, tetapi apabila melakukannya karena tidak menyukai diri sendiri, maka satu bedah tidak akan mengubah apapun. Membiarkan terlalu banyak fantasi masuk ke dunia nyata sering berakhir dengan air mata.
RISANDA ADHI PRATAMA | ASIAONE | SOUTH CHINA MORNING POST